Friday, January 24, 2014
Telur Asin
DI beberapa toko Asia di Jerman, paling tidak di kota tempat saya tinggal, ternyata menjual telur asin. Telur asinnya pun terbuat dari telur bebek. Harganya ? Tentu mahal, Sekotak plastik berisi 6 butir, harganya lebih dari 5€. Selain telur asin, produk telur bebek lain yang dijual adalah telur pitan. Kemasannya sama, namun harganya berbeda beberapa
Euro lebih mahal. Saya pernah salah membeli telur pitan, gara-gara tidak mengerti tulisan di kemasannya. Berdasarkan tampilan luarnya yang berupa telur bebek, saya langsung membelinya dengan asumsi itu telur asin. Padahal jelas sekali di kemasannya tertulis Tausendjährige Eier yang berarti telur 1000 tahun (Century Egg) yang memang merupakan nama lain telur pitan. Terkejutlah saya saat mendapati telur yang telah saya kupas, bagian dalamnya berwarna hitam. Ya, memang begitulah tampilan telur pitan. Saya hapal karena saat di Jakarta, saya pernah mencicipinya di restoran bubur Kwang Tung di jalan Pecenongan.
Kembali ke soal telur asin. Sampai saat ini bisa dihitung dengan jari frekuensi saya membeli telur asin bebek. Selain karena harganya yang mahal, padahal suami saya bisa langsung menghabiskan 2 butir sekali makan, toko Asia pun tidak rutin menjualnya.
Beberapa tahun yang lalu saya pernah mencoba membuat telur asin sendiri dengan cara mengubur telur ayam di bawah 1 kg garam yang sudah diberi air sedikit (agak becek), yang disimpan di wadah kedap udara. Hasilnya mengecewakan. Boro-boro masir (berminyak), rasa asinnya saja agak sulit terdeteksi.
Setelah cukup lama melupakan pembuatan telur asin, berapa waktu yang lalu, di grup NCC Facebook ramai membahas tentang pembuatan telur asin. Infonya pertama kali dibagikan oleh seorang member yang berdomisili di Inggris. Cara pembuatannya ternyata berbeda dengan yang pernah saya lakukan. Wah, patut dicoba juga.
Percobaan pertama saya ternyata berhasil sukses, meski harus mengorbankan tutup toples yang jadi sedikit berkarat. Telur yang dihasilkan asinnya pas. Sayang sekali percobaan pertama saya hanya menyisakan 8 butir telur akibat 2 telur yang lain telah saya rebus pada hari ke 14. Harapannya pada hari tersebut telur asin bisa dipanen. Ternyata belum. Saya harus menunggu 7 hari lagi dengan menyisakan 8 butir telur (foto yang saya lampirkan di atas merupakan foto percobaan telur asin yang ke dua)
Perasaan gembira karena berhasil membuat telur asin tak cuma dirasakan oleh saya. Suami saya sebagai penggemar telur asin nomor wahid, meminta saya untuk membuatnya lagi. Supaya stok telur asin selalu tersedia, sebaiknya memang dalam jarak 1 atau 2 minggu telur asin dibuat, sehingga jarak waktu memanennya tidak terlalu lama.
Bagaimana proses pembuatannya?
Alat dan bahan:
1. telur ayam atau bebek --> cuci bersih, lebih baik lagi bila kulitnya diamplas
2. 1 buah toples bertutup --> toples saya terbuat dari kaca dan cukup untuk menampung 10 buah telur
3. air hangat
4. 100g garam -->sampai jenuh. berhubung salah membaca petunjuk, saya memasukkan 500g
Cara:
1. Siapkan wadah toples dari plastik, isi dengan air hangat hingga terisi setengah penuh
2. masukkan garam sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga garam benar-benar larut. Biarkan dingin.
3. Masukkan telur satu-satu.
4. Tutup wadah dengan rapat dan simpan ditempat yang tidak terkena sinar matahari.
5. Tandai tanggal pembuatan di toples.
6. Setelah 10-14 hari, telur yang posisinya di atas, ditukar dengan telur yang posisinya di bawah, agar asinnya telur merata .
7. Saat panen, langsung rebus selama 15-25 menit (tergantung banyaknya telur yang direbus). Gunakan air bersuhu ruang untuk merebus. Setelah matang, segera angkat dan jangan dicelupkan ke air dingin agar asinnya tidak berkurang dan kuningnya berminyak.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment